DipundakKu Masa Depan BangsaKU

@Nash_Khoirun

Sabtu, 04 Januari 2014

Kisah Muallaf Kenya yang Masuk Islam Setelah Berzina Saat Natal

Kisah Muallaf Kenya yang Masuk Islam Setelah Berzina Saat Natal
"Setelah makan-makan, pengurus gereja mengajak untuk mematikan lampu dan memilih satu atau dua wanita untuk dijadikan pasangan..."


Kisah Muallaf Kenya yang Masuk Islam Setelah Berzina Saat Natal
Dok/Imam Muhammad
Daniel, kanan, bersama penulis. Gambar sengaja dikaburkan sesuai permintaan narasumber.
CERITA kecil di Hari Raya Natal. Sebut saja nama kawan saya Daniel. Dia bercerita banyak soal masa-masa “nikmat” saat masih beragama Kristen. Ada sisi menarik yang perlu saya sampaikan dari hasil cerita dia.
“Aku ingin bercerita sepenggal kisah masa silamku. Dahulu, aku saat masih beragama Kristen, Natal adalah waktu yang sangat kami (para pemuda, para pria) idam-idamkan,” ujar Daniel memulai kisahnya.
“Mengapa?” tanya saya penuh penasaran dalam bincang-bincang dengannya di sebuah perguruan tinggi wilayah Hajj Yusuf, Sudan, beberapa waktu lalu.
“Mari kita minum teh dulu,” ajaknya sembari dia menuangkan teh panas ke gelas saya.
“Alhamdulillah, aku sekarang Muslim setelah 7 tahun yang lalu merasakan ‘kenikmatan’ itu,” katanya lagi seraya mempersilakan saya menikmati teh panas.
Penasaran saya memuncak, ingin rasanya saya menggerakkan mulutnya, untuk segera melengkapi cerita yang dia mulai. Beberapa tegukan teh panas ia habiskan. Ia memasang kaos kaki lalu memakai sepatu dan melanjutkan ceritanya.
“Kami dahulu menjadikan malam menjelang Natal, malam 25 Desember, (sebagai) tempat untuk ‘bercocok tanam’ yang amat subur. Malam itu kami di dalam gereja berdoa khidmat, menangis-nangis, setelah itu makan-makan. Dan terakhir paling di luar dugaan, yaitu malam mematikan lampu. Dahulu aku tak paham, aku pikir dunia ini adalah akhir kehidupan. Hingga semua apa yang kulakukan terasa biasa-biasa saja, termasuk keluar-masuk gereja. Aku bangga dengan keyakinanku. Tapi entah malam itu, sepertinya malam konyol buat keyakinanku,” tuturnya menyambung cerita.
Gereja tersebut terletak di Nairobi, ibukota Kenya. Para jemaat, kata Daniel, dijemput dengan bis besar di desa-desa pada malam hari. Di dalam gereja pun mereka menikmati jamuan makan dan minum.
“Setelah makan-makan, pengurus gereja mengajak untuk mematikan lampu dan memilih satu atau dua wanita untuk dijadikan pasangan buat berdansa, meminum khamr sampai pada ‘halal’-nya berzina. Kami seperti hewan satu dengan lainnya. Hingga setelah peristiwa mengerikan itu aku mencoba berpikir betapa kami ini kotor dan menjijikan. Dari sinilah mulai muncul rasa penasaranku terhadap keyakinan lain. Aku melihat orang yang beribadah di lain tempat, laki laki sendiri dan perempuan sendiri. Mereka bersuci dan berseragam. Aku melihat mereka beribadah dan beribadah tak pernah menyalahkan satu dengan yang lain.”
Awal Mula Masuk Islam
Daniel, pria lajang brewok hampir menginjak umur 28 tahun ini, terus bercerita penuh semangat. Dengan bahasa Arab yang amat mudah dicerna, pria jebolan Ma’had Hajj Yusuf setengah tahun yang lalu ini mencampur aduk antara bahasa Arab dan Inggris.
“Awal masuk Islam aku melihat (Jamaah) Tabligh. Kemudian aku mencoba untuk belajar dengan mereka sedikit-sedikit. Ada cerita menarik saat aku baru masuk Islam. Suatu hari aku pergi ke ibukota Kenya, Nairobi, di sana aku shalat. Saat itu imam sudah pada rakaat ke-3, aku baru datang, alhasil aku telat 2 rakaat. Namun, saat imam salam dan aku pun ikut salam, sedangkan jamaah yang masbuk menuruskan shalat, aku hanya diam dengan kepolosanku.”
“Aku belum belajar banyak soal Islam, hanya tahu sedikit saja. Salah seorang yang masbuk bertanya padaku, ‘Kenapa kamu tidak berdiri seperti kami berdiri?’ Aku jelaskan, ‘Kalau aku berdiri lagi imamku siapa? Maafkan aku karena aku baru masuk Islam.’ Pria yang bertanya ini pun memaklumiku dan beliau meminta aku belajar  tata cara shalat. Aku tiap hari datang ke masjid itu hingga 5 kali belajar. Namun belakangan hari beliau tak terlihat lagi dan tak memberi kabar. Namun hikmah perjalananku ke ibukota luar biasa. Selain aku belajar untuk mencari maisyah, aku tahu istilah masbuk dalam shalat.”
Dia berpesan buat umat Muslim soal hari Natal. Anak ke-4 dari 6 bersaudara ini mengatakan, banyak Muslim sekarang tak paham soal “Happy Christmas”.
“Hakikat ‘Happy Christmas’ adalah ibadah, karena kami (saat Kristen) percaya tuhan itu 3 dan Isa adalah anak tuhan. Kami merayakan dengan makan roti sebagai simbol penyelamatan daging Isa dan khamr darah Isa. Dilanjutkan merusak tubuh pada tanggal 26 (Desember) untuk merasakan sakitnya disalib ini. Demi toleransi atas penyiksaan Tuhan kami,” jelasnya.
Daniel pun menyampaikan nasihat buat umat Islam yang masih merayakan Natal. “Sesungguhnya perayaan-perayaan hari raya seperti Natal ini mengandung nilai kekufuran,” katanya.
“Yaitu menyandangkan sifat tuhan kepada Al-Masih Isa bin Maryam, reinkarnasi, memberhalakan Isa, menganggapnya sebagai anak Allah, ia mati disalib, dan keyakinan lainnya. Dan keyakinan tersebut telah membuat Allah Ta’ala murka. Sesungguhnya ikut serta dalam perayaan batil tersebut, memfasilitasi atau mengamankannya, menunjukkan kecocokan dan keridhaan terhadap perayaan itu dan pengakuan akan kebenaran keyakinan mereka,” jelasnya.
“Walaupun orang yang ikut-ikutan merayakan hari raya tersebut meyakini berbeda aqidah dengan mereka, tapi ia berada di atas bahaya besar akibat kejahilannya dalam sikapnya tersebut. Karena keridhaan terhadap kekufuran adalah kekufuran juga,” tambah pria asli Kenya ini.
“Kenapa kalian (umat Islam, Red) rela mengatakan tuhan mereka selamat? Sungguh tanggal 25 Desember itu tak ada sangkut pautnya dengan Isa karena Bibel telah berbohong,” tambahnya lagi.
Jadi Penghafal al-Qur’an
Daniel mengisahkan, dia masuk Islam setelah melihat Jamaah Tabligh yang berdakwah dengan tangan dingin. Selain itu pamannya yang Kristen menganjurkannya banyak membaca buku Sunnah Nabi dan terjemahan berbentuk bahasa Sohiliah. Bahasa ini digunakan di negara Kenya, Tanzania, dan Uganda.
“Aku berangkat ke Nairobi, ibukota Kenya, untuk bekerja. Dan hasilnya aku belikan buku hasil masukan dari pamanku. Setelah banyak baca buku, aku masuk pesantren dan masuk Islam lewat pesantren itu. Empat tahun memeluk Islam, tapi shalat sepekan sekali yaitu Jumat saja. Bahkan aku sempat kembali mujrim (pelaku keburukan, Red) lagi karena pekerjaanku dan kerasnya perjuangan di ibukota. Namun, alhamdulillah Allah menyelamatkan aku dari jahiliyah. Cahaya baru datang, panggilan berhijrah ke Sudan,” tuturnya.
Dia melanjutkan kisahnya, “Aku belum tamat SMA, karena aku menjadi tulang punggung keluarga. Ayahku nikah lagi dan kakakku yang perempuan sedang semangat-semangatnya belajar. Jadi aku biarkan dia yang belajar dan aku kerja buat kehidupan keluargaku. Yang penting kakakku selesai (belajar). Tapi semua telah indah, aku bisa hijrah ke Sudan dan memeluk Islam. Tapi aku mohon doa kalian karena (keluarga) yang lain masih belum bersyahadat. Semoga ketika aku pulang nanti bisa menjadi penerang buat keislamaan mereka. Aku bertekad untuk menghafal al-Qur’an sebelum umurku genap 30 tahun.”
Daniel mengaku, setelah masuk Islam pada 2006 lalu. Baru 3 tahun belakangan ini dia bisa mengaji.
“Alhamdulillah sekarang sudah punya hafalan sekitar 5 juz. Mohon doanya,” tutupnya penu¬h semangat. “Besok masak ayam,” katanya lagi kepada saya dengan logat Indonesia.*/Seperti dituturkan Imam Muhammad, Pelajar Indonesia di Sudan asal Balikpapan, Kalimantan Timur.
Rep: Muh. Abdus Syakur
Editor: Syaiful Irwan


Lemparkan Tanah Pada Orang yang Suka Memuji

Lemparkan Tanah Pada Orang yang Suka Memuji


Lemparkan Tanah Pada Orang yang Suka Memuji
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أَحْثُوا فِي أَفْوَاحِ الْمَدَّاحِيْنَ التُّرَابَ-البيهقي
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Lemparkan tanah kepada mulut orang-orang yang suka memuji (Al Baihaqi, dishahihkan oleh Al Hafidz As Suyuthi).
Ungkapan “lemparkan tanah” adalah kiasan dari penolakan dan sanggahan atas pujian, dan itu berlaku kepada orang-orang yang biasa memberikan pujian sampai ia menjadikan kebiasaan itu sebagai bekal mencari penghidupan, sehingga tidak boleh memberikan apapun untuk mereka, karena pujian yang mereka berikan.
Namun ada juga yang ulama yang memaknai hadits ini secara dzahirnya, yakni melemparkan tanah kepada orang yang suka memuji, dengan mengambil segenggam tanah kemudian melemparkannya kepada mereka sambil mengatakan,”Kelak harga makhluk sama dengan ini, siapa aku dan apa kemampuanku”.Hal itu dilakukan agar pihak yang mamuji dan yang dipuji sama-sama menyadari mertabatnya.
Imam An Nawawi menyabutkan bahwa pujian ada dua, pujian di saat yang dipuji tidak ada dan pujian di hadapan orang yang dipuji. Untuk yang pertama dibolehkan selama tidak ada unsur kebohongan. Jika ada unsur itu maka hal itu dilarang, namun bukan pujiannya melainkan kebohonganya. Adapun jika pujian dilakukan di depan yang bersangkutan maka ada nash yang membolehkan ada nash yang melarang seperti nash di atas. Dan untuk mengkompromikan keduanya, maka dilihat kondisi pihak yang dipuji. Jika yang dipuji imannya sempurna hingga pujian itu tidak menggelincirkannya maka hal itu boleh dilakukan, bahkan hukumnya mustahab jika ada maslahat. Namun jika ditakutkan pihak yang dipuji bakal terlena, maka makruh memberikan pujian. (lihat, Faidh Al Qadir, 1/236,237
Rep: Sholah Salim
Editor: Thoriq

Muslim Sejati Tak Ragu Soal Rizki



Muslim Sejati Tak Ragu Soal Rizki
Jum'at, 3 Januari 2014 - 08:04 WIB
Dalam Minhajul Abidin Imam Ghazali mengutip satu hadits Nabi, “Sudah tertulis di punggung ikan dan banteng tentang rizki si fulan. Maka orang yang tamak tidak akan mendapatkan tambahan selain kepayahannya.”
http://iklan.hidayatullah.com/www/delivery/lg.php?bannerid=73&campaignid=3&zoneid=5&loc=http%3A%2F%2Fwww.hidayatullah.com%2Fread%2F2014%2F01%2F03%2F14218%2Fmuslim-sejati-tak-ragu-soal-rizki.html&referer=http%3A%2F%2Fwww.hidayatullah.com%2F&cb=f26a04be66
Muslim Sejati Tak Ragu Soal Rizki
Ilustrasi
“Sudah tertulis di punggung ikan dan banteng tentang rizki si fulan. Maka orang yang tamak tidak akan mendapatkan tambahan selain kepayahannya.” (Imam Ghazali)
AWAL tahun 2014 dunia diperhadapkan dengan berbagai macam situasi dan prediksi tak menentu, utamanya dalam hal ekonomi (rizki). Hal ini didasarkan pada beberapa isu keuangan dimana nilai mata uang rupiah terus mengalami penurunan terhadap dolar.
Khawatir tentu bukan sikap yang keliru. Karena khawatir atau takut itu merupakan bagian dari fitrah manusia. Tetapi, sebagai Muslim kita tidak boleh berlebihan dalam menyikapi berbagai macam isu yang muncul di media bahwa akan terjadi ‘kekacauan’ ekonomi, sehingga terbesit niat negatif.
Andaikata isu itu terbukti, sebagai Muslim kita tetap harus pada ke-Islam-an kita dengan penuh kesungguhan. Sebab, Allah yang Maha Memelihara alam ini tidak mungkin akan membinasakan hamba-hamba-Nya yang benar-benar beriman.
Tetaplah menjadi Muslim yang beriman dan bertakwa, jujur, bekerja secara profesional, penuh tanggung jawab dan perkuat niat mencari nafkah untuk jihad fi sabilillah bukan bermegah-megahan. Sebab rizki yang didapat dengan peras keringat, penuh daya dan upaya, lagi halal, sungguh amat dicintai Allah dan Rasul-Nya.
Hindarilah berbagai macam spekulasi yang bisa mendorong lemahnya akal untuk berfikir jernih di atas landasan iman. Jauhi pemikiran-pemikiran dangkal yang bersumber dari angan-angan kosong. Atau prasangka-prasangka yang membuat hati was-was, ragu dan bingung, sehingga lupa bahwa Allah pasti akan menolong hamba-Nya.
Tawakkal Kepada Allah
Persoalan ekonomi (rizki) sesungguhnya perkara mutlak yang telah Allah tetapkan bagi setiap manusia, baik dia beriman maupun kafir.
Artinya, sebagai Muslim, hendaknya kita tidak terpengaruh dengan isu apa pun. Sekalipun ada fakta bahwa ekonomi bangsa akan mengalami masalah, hal itu harus menjadi media penting untuk semakin memperkuat iman dan takwa dengan bertawakkal kepada Allah Ta’ala.
Karena sebelum ada prediksi macam-macam dari dunia kekinian tentang ekonomi dan lain sebagainya, secara Ilahiyah kehidupan setiap Muslim pasti akan berhadapan dengan kesulitan berupa; sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS: al-Baqarah [2]: 155).
Dengan demikian maka, kesulitan atau pun ketakutan akan sesuatu dan kekurangan terhadap sesuatu sudah menjadi bagian dari kehidupan setiap Muslim. Jadi, untuk apa kita ragu, gelisah, bingung dan kalut?
Tetaplah dalam iman dan takwa dengan benar-benar bertawakkal kepada-Nya.
وَعَلَى اللّهِ فَتَوَكَّلُواْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-maidah [5]: 23).
Dalam ayat lain Allah tegaskan,
قُل لَّن يُصِيبَنَا إِلاَّ مَا كَتَبَ اللّهُ لَنَا هُوَ مَوْلاَنَا وَعَلَى اللّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (QS. At-Taubah [9]: 51).
Kuatkan Keyakinan Kepada Janji Allah
Imam Ghazali dalam kitab terakhirnya, Minhajul Abidin mengutip pernyataan indah Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah; “Engkau mencari rizki Allah dari sisi selain-Nya. Engkau merasa itu akan membuatmu aman dari waktu dan kemalangan. Engkau bisa percaya pada jaminan orang lain meski ia kafir, tapi engkau tak percaya dengan jaminan rizki yang diberikan oleh Allah. Engkau nampaknya tidak membaca apa yang tertulis di dalam Kitabullah (mengenai rizki), sehingga imanmu lemah dan goyah (dalam mempercayai janji Allah).”
Dengan kata lain, semakin sulit situasi kehidupan dunia ini maka harusnya semakin mendorong diri untuk lebih giat dalam membaca, mengkaji, mentadabburi, mentafakkuri dan menggali makna-makna penting yang tersembunyi dari setiap barisan ayat-ayat suci-Nya.
Jika tidak, maka kita akan terombang-ambing isu kekinian yang sebenarnya hanya bersifat sementara. Sementara, kehidupan kita adalah kehidupan yang harus benar, lurus, tegak di atas nilai iman dan Islam dalam situasi dan kondisi apa pun.
Untuk itu, meyakini janji Allah adalah perkara mutlak. Dan, meyakini janji Allah itu mustahil akan semakin terpatri dalam diri kita, bila kita tidak benar-benar ‘akrab’ dengan al-Qur’an.
Pahamilah, Rizki itu Sudah Ditetapkan
Dalam Minhajul Abidin Imam Ghazali mengutip satu hadits Nabi, “Sudah tertulis di punggung ikan dan banteng tentang rizki si fulan. Maka orang yang tamak tidak akan mendapatkan tambahan selain kepayahannya.”
Hadits ini memberikan petunjuk bahwa setiap Muslim jangan terjebak bujuk rayu nafsu dan setan. Rizki itu sifatnya pasti, selama ada kehidupan maka pasti ada rizki. Tamak alias rakus hanya akan menghasilkan kepayahan.
Lihatlah ke penjara, betapa mereka yang dulu tersenyum karena bisa korupsi, kini menangis dan bersedih hati. Sekiranya mereka jujur, tentu tidak perlu menghabiskan masa tuanya dalam penjara. Semua itu adalah bukti bahwa rakus hanya akan membawa pelakunya pada penderitaan.
Bahkan, Imam Ghazali menyampaikan nasehat gurunya, “Sesungguhnya apa yang ditakdirkan sebagai makanan yang engkau kunyah, maka tidak akan dikunyah oleh orang lain. Maka, makanlah bagian rizkimu itu dengan mulia, jangan engkau memakannya dengan hina.”
Jadi, mari siapkan diri dan keluarga kita untuk semakin dekat kepada Al-Qur’an, sehingga semakin kuat iman dan takwa kita kepada-Nya, semakin kokoh ketawakkalan kita kepada-Nya. Karena hanya dengan itulah, kita akan semakin percaya diri menjadi Muslim.
Semakin sulit kehidupan dunia harus mengantarkan kita dan keluarga untuk semakin yakin kepada janji Allah, termasuk soal rizki. Karena hakikat hidup ini hanyalah untuk beribadah kepada-Nya (QS. 51: 56).
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk [67]: 2).
Apa pun yang terjadi, suka atau duka, hakikatnya satu, yakni hanya ujian. Maka tetaplah dalam keyakinan penuh atas segala janji Allah dengan tetap melakukan amal-amal yang terbaik di sisi-Nya.*
Rep: Imam Nawawi
Editor: Cholis Akbar