DipundakKu Masa Depan BangsaKU

@Nash_Khoirun

Senin, 25 April 2011

Islam Kaffah

Menjadi Islam Kaffah dengan Muamalah yang Islami

Kafah Dan Kepasrahan

Allah SWT telah berfirman yang artinya “Hai orang -orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah, kepasrahan dan totalitas“. Ayat ini menegaskan kepada kita bahwa dalam hal beragama kita tidak boleh setengah-setengah, begitu pula dalam memeluk agama Islam, segala aktivitas kita dalam keseharian harus mengacu kepada nilai-nilai Islam.

Bukankah dalam sholat kita ucapkan “inna sholaatii wanusuki wa mahyaaya wa mamaatti ilillaahi robbil a’aalamin“? Ini adalah mengakuan yang dalam dan tulus dari kita bahwa sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku semata hanya untuk Allah seru sekalian alam. Segala aktivitas ke seharian kita harus diarahkan kepada Allah SWT. Kita diciptakan Allah, kita hidup untuk Allah dan kita kelak kembali kepada Allah SWT.

Salah satu hal yang terpenting dalam kehidupan kita sehari-hari adalah hal-hal yang berkaitan dengan muamalah, kita yakin dan seyakin-yakinnya bahwa prosentase waktu kita ini jauh lebih banyak diorientasikan kepada muamalah dibandingkan dengan ibadah.

Sekarang kita bayangkan berapa lama waktu kita duduk melakukan sholat di masjid ataupun tidak di masjid adakah setiap kita sholat 1 jam lamanya, rasa-rasanya tidak. Mungkin satu hari satu malam 1 jam lamanya kita duduk untuk sholat. Hal ini berbanding terbalik dengan usaha kita untuk mencari rizeki dan meniti karir, sehingga kata orang Jakarta pergi pagi pulang petang dengan penghasilan yang pas-pas-an.

Karena itu penting sekali menjadi perhatian agar muamalat kita harus selaras dengan ajaran Islam, bukankah setiap hari kita berdo’a “robbanaa aatinaa fiddun-yaa hasanata wafil aakhiratt hasanatan wa qinaa adzaabannaar“, oleh karena itulah, yang terpenting bagi kita bagaimana kita adalah melakukan evaluasi dan instropeksi diri agar apa yang dilakukan berjalan dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Mensyukuri nikmat dan karunia Allah

Ada beberapa hal yang penting dan mendasar, apakah muamalat sudah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak, kalau kita menyadari bahwa Islam ini adalah agama yang universal, agama yang sangat komprehensif sebagaimana Allah tegaskan dalam firman-Nya “tidaklah Aku lepaskan di dalam al qur’an itu segala sesuatunya ada“, hanya ada yang tafsilli dan ada yang muj’mal atau ada yang sangat detail seperti hukum waris dan ada juga yang sifatnya muj’mal global seperti masalah ekonomi, sosial dan budaya.

Rasulullah SAW mengatakan “kamu lebih tahu dengan urusan duniamu“, untuk hal ini al qur’an menjelaskan substansinya atau pokok-pokoknya saja. Allah SWT berfirman dalam al qur’an seluruh karunia Allah apa yang kita miliki ini adalah karunia Allah semata, itu harus kita sadari dan telah dicontohkan oleh nabi Sulaiman as ketika nabi diberikan karunia oleh Allah berupa kekayaan yang luar biasa, bahkan bukan sekedar kekayaan saja, tetapi kekuasaan juga.

Dalam beberapa kitab nabi Sulaiman as merupakan prototif Allah dan hujjah kepada seluruh umat manusia, kalau ada yang beralasan tidak sempat beribadah; karena sangat sibuk mengurus harta kekayaan. Pertanyaannya lebih kaya mana dengan nabi Sulaiman?, kita tidak ada apa2nya dibandingkan dengan nabi Sulaiman.

Kita mengapresiasi seluruh yang kita miliki sebagai karunia Allah SWT, namun seringkali kita tidak bisa mengendalikan apa yang kita miliki sesuai dengan keinginan kita, adakalanya kita ingin sesuatu tetapi yang terjadi diluar dugaan kita. Hal ini artinya, bahwa hakekat kekuasaan itu adalah pantulan dari Allah SWT.

Kesadaran seperti ini menjadi penting kalau menganggap apa yang kita berikan merupakan sebahagian karunia dari Allah maka kita harus mensyukuri nikmat itu. Kita tidak menjadi sombong dengan apa yang kita miliki, harta merupakan hak Allah dan titipan Allah, kita harus sadari betapa besarnya pertanggung jawaban kita kepada Allah SWT. Umur, kesehatan hanya satu pertanyaan Allah!, umur engkau gunakan untuk apa, tetapi kalau harta engkau peroleh dari mana, dengan cara apa dan dipergunakan untuk apa.

Menghindari transaksi yang bathil

Allah SWT berfirman dalam al qur’an “apakah mereka menduga atau mereka sendiri yang membagi-bagikan rezeki karunia dari Allah untuk kehidupan dunia dan Kami angkat sebahagian atau sebahagian yang lain“.

Para ulama sering mengatakan rezeki Allah itu terbagi dua : Pertama; “wahbiah”, adalah hak yang Allah berikan kepada hamba-Nya, seperti pangkat kopral tetapi rezeki jenderal” dan Kedua “kasbiah”, seperti ikhtiar atau usaha kita seperti gaji direksi beda dengan gaji seorang pegawai.

Dalam Al qur’an Allah menyatakan “barang siapa yang takut kepada Allah, maka Allah memberikan jalan keluar dari jalan kesulitan dan Allah juga memberikan rezeki dari hal-hal yang tidak terduga“, oleh karena itu kita memohon dan munajat kepada Allah SWT dan kemudian kita harus menghindari yang dilarang oleh Allah di dalam hal bermuamalat.

Di dalam kaidah Fiqih ada ungkapan , “seluruh transaksi dalam muamalat boleh saja kecuali ada dalil-dalil yang mengharamkan“. Ada 7 hal yang menyebabkan muamalat kita bathil atau haram:

1. Jika ada unsur ghoror, transaksi ini tidak diperbolehkan karena ada unsur tipu menipu.
2. Ada unsur maysiir, transaksi ini tidak diperbolehkan karena adanya unsur judi.
3. Ada unsur dzolim, transaksi ini tidak diperbolehkan karena adanya unsur intimidasi atau paksaan.
4. Ada unsur maksiat.
5. Ada unsur najis.
6. Ada unsur riba.
7. Ada unsur haram.

Oleh karena itu bisnis harus saling rela, suka-sama suka, ikhlas tidak ada paksaan, dan dalam transaksi bermuamalat dewan syariah mengatakan ada unsur , antarodhim ( rela ) seperti transparansi menjadi sangat penting dan ini sudah menjadi naluri bisnis yang baik dan modern.

Mudah-mudahan kita mampu untuk mendapatkan rezeki yang halal, legal dan berkah dan pada akhirnya apa yang kita dapatkan dalam bisnis itu masuk ke dalam tubuh kita, tubuh istri kita, tubuh anak kita dan tubuh saudara-saudara kita menjadi rezeki yang halal, thoyib dan berkah, amin.

1 komentar: